Jika Bukan Kamu sendiri Yang mengalahkannya, Maka kamu sendiri yang akan terbunuh oleh Waktu

Sabtu, 17 April 2010

Do'a Sekeranjang Tempe

Di Karangayu, sebuah desa di Kendal, Jawa
Tengah, tempat tinggal seorang ibu penjual
tempe . Tak ada pekerjaan lain yang dapat dia
lakukan sebagai menyambung hidup. Meski
demikian, nyaris tak pernah lahir keluhan dari
bibirnya. Ia jalani hidup dengan riang.
"Jika tempe ini yang nanti mengantarku ke
surga, kenapa aku harus menyesalinya. "
demikian dia selalu memaknai hidupnya.
Suatu pagi, setelah salat subuh, dia pun
berkemas. Mengambil keranjang bambu
tempat tempe , dia berjalan ke dapur.
Diambilnya tempe-tempe yang dia letakkan di
atas meja panjang. Tapi.......deg !! dadanya
gemuruh. Tempe yang akan dia jual, ternyata
belum jadi. Masih berupa kacang, sebagian
berderai, belum disatukan ikatan-ikatan putih
kapas dari peragian. Tempe itu masih harus
menunggu satu hari lagi untuk jadi. Tubuhnya
lemas. Dia bayangkan, hari ini pasti dia tidak
akan mendapatkan uang, untuk makan, dan
modal membeli kacang, yang akan dia olah
kembali menjadi tempe.
Di tengah putus asa, terbersit harapan di
dadanya. Dia tahu, jika meminta kepada Allah,
pasti tak akan ada yang mustahil. Maka,
ditengadahkan kepala, dia angkat tangan, dia
baca doa. "Ya Allah, Engkau tahu kesulitanku.
Aku tahu Engkau pasti menyayangi hamba-Mu
yang hina ini. Bantulah aku ya Allah, jadikanlah
kedelai ini menjadi tempe . Hanya kepada-Mu
kuserahkan nasibku..."
Dalam hati, dia yakin, Allah akan mengabulkan
doanya. Dengan tenang, dia tekan dan
mampatkan daun pembungkus tempe . Dia
rasakan hangat yang menjalari daun itu.
Proses peragian memang masih berlangsung.
Dadanya gemuruh.
Dan pelan, dia buka daun pembungkus tempe.
Dan... dia kecewa. Tempe itu masih belum
juga berubah. Kacangnya belum semua
menyatu oleh kapas-kapas ragi putih. Tapi,
dengan memaksa senyum, dia berdiri. Dia
yakin, Allah pasti sedang "memproses"
doanya. Dan tempe itu pasti akan jadi. Dia
yakin, Allah tidak akan menyengsarakan
hambanya yang setia beribadah seperti dia.
Sambil meletakkan semua tempe setengah jadi
itu ke dalam keranjang, dia berdoa lagi. "Ya
Allah, aku tahu tak pernah ada yang mustahil
bagi-Mu. Engkau Maha Tahu, bahwa tak ada
yang bisa aku lakukan selain berjualan tempe.
Karena itu ya Allah, jadikanlah. Bantulah aku,
kabulkan doaku..."
Sebelum mengunci pintu dan berjalan menuju
pasar, dia buka lagi daun pembungkus tempe.
Pasti telah jadi sekarang, batinnya. Dengan
berdebar, dia intip dari daun itu, dan... belum
jadi. Kacang itu belum sepenuhnya memutih.
Tak ada perubahan apa pun atas ragian kacang
tersebut.
"Keajaiban Tuhan akan datang....pasti, "
yakinnya. Dia pun berjalan ke pasar. Di
sepanjang perjalanan itu, dia yakin, "kehendak"
Tuhan tengah bekerja untuk mematangkan
proses peragian atas tempe tempenya. Berkali-
kali dia dia memanjatkan doa... berkali-kali dia
yakinkan diri, Allah pasti mengabulkan doanya.
Sampai di pasar, di tempat dia biasa berjualan,
dia letakkan keranjang-keranjang itu.
"Pasti sekarang telah jadi tempe !" batinnya.
Dengan berdebar, dia buka daun pembungkus
tempe itu, pelan-pelan. Dan... dia terlonjak.
Tempe itu masih tak ada perubahan. Masih
sama seperti ketika pertama kali dia buka di
dapur tadi. Kecewa, airmata menitik di keriput
pipinya. Kenapa doaku tidak dikabulkan?
Kenapa tempe ini tidak jadi?
Kenapa Tuhan begitu tidak adil? Apakah Dia
ingin aku menderita? Apa salahku? Demikian
batinnya berkecamuk. Dengan lemas, dia gelar
tempe-tempe setengah jadi itu di atas plastik
yang telah dia sediakan. Tangannya lemas, tak
ada keyakinan akan ada yang mau membeli
tempenya itu. Dan dia tiba-tiba merasa lapar...
merasa sendirian. Allah telah meninggalkan
aku, batinnya. Airmatanya kian menitik.
Terbayang esok dia tak dapat berjualan... esok
dia pun tak akan dapat makan.
Dilihatnya kesibukan pasar, orang yang lalu
lalang, dan "teman-temannya" sesama penjual
tempe di sisi kanan dagangannya yang mulai
berkemas. Dianggukinya mereka yang pamit,
karena tempenya telah laku. Kesedihannya
mulai memuncak. Diingatnya, tak pernah dia
mengalami kejadian ini. Tak pernah tempenya
tak jadi. Tangisnya kian keras. Dia merasa
cobaan itu terasa berat. Di tengah kesedihan
itu, sebuah tepukan menyinggahi pundaknya.
Dia memalingkan wajah, seorang perempuan
cantik, paro baya, tengah tersenyum,
memandangnya.
"Maaf Ibu, apa ibu punya tempe yang
setengah jadi? Capek saya sejak pagi mencari-
cari di pasar ini, tak ada yang menjualnya. Ibu
punya??" Penjual tempe itu bengong.
Terkesima. Tiba-tiba wajahnya pucat. Tanpa
menjawab pertanyaan si ibu cantik tadi, dia
cepat menadahkan tangan. "Ya Allah, saat ini
aku tidak ingin tempe itu jadi. Jangan engkau
kabulkan doaku yang tadi. Biarkan sajalah
tempe itu seperti tadi, jangan jadikan
tempe ...."
Lalu segera dia mengambil tempenya. Tapi,
setengah ragu, dia letakkan lagi. "Jangan-
jangan, sekarang sudah jadi tempe ...."
"Bagaimana Bu ? Apa ibu menjual tempe
setengah jadi ?" tanya perempuan itu lagi.
Kepanikan melandanya lagi. "Duh Gusti...
bagaimana ini? Tolonglah ya Allah, jangan
jadikan tempe ya?" ucapnya berkali-kali. Dan
dengan gemetar, dia buka pelan-pelan daun
pembungkus tempe itu. Dan apa yang dia
lihat, pembaca ?? Di balik daun yang hangat
itu, dia lihat tempe yang masih sama. Belum
jadi ! "Alhamdulillah! " pekiknya, tanpa sadar.
Segera dia angsurkan tempe itu kepada si
pembeli. Sembari membungkus, dia pun
bertanya kepada si ibu cantik itu. "Kok Ibu
aneh ya, mencari tempe kok yang belum
jadi?"
"Oohh, bukan begitu, Bu. Anak saya, si
Sulhanuddin, yang kuliah S2 di Australia ingin
sekali makan tempe, asli buatan sini.
Nah, agar
bisa sampai sana belum busuk, saya pun
mencari tempe yang belum jadi. Jadi, saat
saya bawa besok, sampai sana masih layak
dimakan. Oh ya, jadi semuanya berapa, Bu ?"
Sahabatku, ini kisah yang biasa bukan ? Dalam
kehidupan sehari-hari, kita acap berdoa.....dan
"memaksakan" agar .....Allah memberikan apa
yang menurut kita paling cocok untuk kita.
Dan jika doa kita tidak dikabulkan, kita merasa
diabaikan, merasa kecewa. Padahal, Allah
paling tahu apa yang paling cocok untuk kita.
Bahwa semua rencananya adalah sempurna..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.