"Sayang..."
Untuk : (tak jelas tujuannya)
Dari : (tak jelas asalnya)
Sayang…aku mau jujur. Kamu mau kan dengerin aku ? Baca ini sampai habis dulu lalu kamu boleh komentar atau bahkan marah. Jangan hanya dibaca setengah dan jangan juga berpikiran yang aneh – aneh ketika kamu nggak ngerti. Tanyakan padaku. Namun ketika aku nggak bisa jawab, jangan pernah juga kamu merasa kalau pemikiranmu lah yang paling benar. Jangan. Karena aku perempuan, dan bagiku tidak semuanya bisa dijelaskan dengan kata – kata. Jadi aku mohon, mengerti lah diamku saat aku tidak bisa berkata.
Sayang…kadang aku bingung harus ngomong dengan bahasa apa sama kamu. Aku tahu kamu adalah lelaki, makhluk yang mayoritas menggunakan akalnya dari pada perasaannya. Tapi, sayang, kamu sedang berhubungan denganku, kan ? Aku perempuan, makhluk yang mayoritas menggunakan perasaaannya dari pada akalnya. Meskipun ada beberapa dari golonganku yang biasa disebut dengan “tomboy” mereka pun masih sama dengan kami yang “normal”. Maka mengerti lah, sayang, setiap kita sedang bertengkar jangan pernah anggap masalah terlalu enteng. Aku tahu kamu pasti berpikir aku berlebihan, tapi percaya lah, sayang, jika aku bisa memilih pun aku enggan untuk memikirkan setiap kecil masalah berlarut – larut atau mengerti setiap detail masalah itu. Tapi tidak bisa. Aku perempuan, yang instingnya secara otomatis akan menyensor setiap detail masalah kita. Kamu pikir aku tidak tersiksa ? Kamu pikir aku tidak pernah berupaya untuk take it easy ? I do, babe ! but don’t know why aku nggak pernah bisa sesimpel kamu. Suatu waktu aku pernah berpikir kalau saja aku sama simpelnya dengan kamu, akan kah kita tetap berkomunikasi ? Akan kah aku tetap memperhatikan setiap kancingmu yang belum tertutup atau helaian rambutmu yang tidak pada tempatnya ? Atau mengelap keringatmu saat kamu sangat berkonsentrasi pada sesuatu ?
Sayang…saat aku menuntutmu untuk sedikit lebih peka dengan perasaanku bukan artinya aku tidak menghargai setiap usahamu untuk membahagiakanku. Namun terkadang perangaimu terlalu kasar untuk hatiku yang mungkin kamu anggap cengeng. Tapi tidak kah kamu sadar kalau kamu pun butuh “kecengengan” – ku ? Bukan kah kamu akan selalu merasa seperti hero ketika aku mampu menyunggingkan kembali senyum kecil di tengah air mataku yang kamu usap satu per satu. Lalu kamu tersenyum seraya berbisik, “Jangan nangis. Ayo senyum ! Nah..gitu kan lebih cantik.” Kamu tahu, sebenarnya tidak selamanya kalimat itu menolongku untuk menyelesaikan masalahku. Tapi aku selalu merasa nyaman ketika kamu bertutur seperti itu. Tahu mengapa ? Karena kamu telah menyelimuti bagian rapuh dari dalam diriku. Dan ketika kamu merasa tidak terima ketika aku memintamu untuk peka padaku, tak jarang aku diam dan menangis. Di satu sisi aku sedih mengapa kamu tidak memenuhi permintaanku, tapi di sisi lain aku pun berpikir kalau aku ini terlalu menuntut akhirnya aku diam dan mengalah. Aku turuti egomu yang selalu tidak memperhatikan detail diriku. Tak apa. Asal aku masih bisa mengingatkanmu untuk memakai jaket sebelum keluar dan kamu balas dengan “Ya, Babe.”, aku maafkan dirimu. Aku anggap kamu masih menghargai aku dan tidak sepatutnyalah aku menuntut lebih darimu.
Sayang…aku senang saat kamu bernyanyi di telingaku hingga aku terlelap. Kamu tahu esok paginya, saat sinar kuning matahari merayap bumi , aku pasti merasa bersemangat. Aku tidur lelap bagai bayi yang dinyanyikan lagu cinta dalam pelukan hangat ibunya. Kamu lah pengganti mamaku yang dulu me – nina bobokan – ku. Kamu lah yang membuatku merasa menjadi bayi kembali. Aku senang. Tapi aku menjadi sebal kalau kamu yang berubah menjadi bayi di saat yang tidak tepat. Di saat aku menjelaskan sesuatu dan kamu memotongnya begitu saja. Atau saat kamu men – judge hal yang sama sekali tidak aku lakukan. Atau saat kamu mengungkit – ungkit kesalahanku. Aku tahu aku pun suka melakukan hal yang sama. Maka maafkan lah aku yang suka mengungkit – ungkit kesalahan lalumu dan kurang menghargai segala usahamu untuk tidak melakukan kesalahan itu lagi. Aku tahu kamu sudah berusaha semampumu tapi aku tetap merasa kesal ketika kamu mengulangi kesalahan yang sama. Aku tahu kamu manusia biasa, maka sekali lagi maafkan lah aku yang suka marah denganmu. Aku hanya tidak ingin hubungan kita stagnan. Terjebak dalam kesalahan yang sama terus menerus.
Sayang…tapi aku selalu senang ketika kamu melakukan hal kecil sebagai permohonan maafmu. Ketika kamu memberiku sebatang cokelat atau hanya sebutir permen. Lalu kamu memulai dengan gombalan buayamu dan bertingkah manja seraya merajuk agar aku memaafkanmu. Kamu tahu, sebenarnya hatiku masih sangat kesal dengan kesalahan – sama – yang – telah – kamu – lakukan – lagi itu, tapi aku tidak tega kalau kamu harus berlama – lama bertingkah tolol seperti itu. Hatiku meleleh. Aku pun memaafkanmu. Tapi, sayang, mengapa kamu selalu melakukan kesalahan yang sama ? Kamu tahu, aku merasa tidak dihargai olehmu. Aku merasa kamu menganggapku “gampangan”. Kamu berbuat kesalahan, lalu kamu tinggal bersikap konyol dan aku memaafkan. Bukannya aku tidak memaafkanmu dengan ikhlas. Bukan. Bukan itu. Tapi aku hanya ingin kamu belajar dari kesalahan. Aku tak ingin mendiktemu seperti dosen, orangtua atau pimpinanmu. Aku hanya ingin kamu mengerti aku dengan cara kamu mempelajariku, bukan dari buku psikologi yang suka aku baca. Aku yakin kamu cukup pintar untuk mengerti aku.
Sayang…aku cemas ketika kamu terlalu lama di luar. Ketika kamu asyik dengan kerjaanmu. Ketika kamu terlalu bersemangat mengejar target hidupmu. Ketika kamu larut dalam aktivitasmu. Aku tahu kamu hanya ingin membuatku dan seluruh orang yang mengenalmu bangga kepadamu. Tapi ingat, sayang, kamu memiliki tubuh yang berhak untuk beristirahat. Kamu punya otak yang perlu rehat sejenak. Kamu punya pikiran yang harus diistirahatkan beberapa waktu. Mungkin kamu berpikir aku marah karena kamu cuek padaku. Mungkin benar, tapi aku selalu menghargai setiap detik waktu yang kamu habiskan saat bersamaku. Selain itu, aku hanya ingin berguna bagimu karena pada saat itulah aku dapat menghiburmu. Di saat itulah aku amat sangat merasa berguna bagimu. Aku mengupayakan segala cara agar kamu nyaman ketika beristirahat di sampingku. Aku tidak peduli betapa bau keringatnya kamu. Memang pada awalnya mengganggu hidungku dan aku setengah mati akan mengejekmu, tapi percayalah aku senang ketika kamu berbagi tentang hari – harimu padaku di saat kamu kelelahan. Aku merasa berharga bagimu ketika kamu terbuka padaku, karena sungguh aku sangat sedih ketika kamu tertidur begitu saja dalam kondisi kelelahan tanpa sempat mengeluarkan pikiranmu, bebanmu, kekesalanmu, kekecewaanmu dan segala hal yang mengganjal dalam dirimu.
Sayang…apakah kamu mengerti aku yang sering diam cemburu ? Apakah kamu sadar kalau betapa sakitnya hatiku ketika aku cemburu namun aku berpura – pura untuk tidak cemburu ? Aku anggap itu sebagai kebohongan pada diriku sendiri hanya karena aku tidak ingin kamu merasa dikekang. Aku ingin kamu tetap berteman dengan normal meskipun ada aku dalam kehidupanmu. Tapi apakah kamu mengerti betapa sakitnya hatiku ketika kamu enggan untuk mengenalkanku pada teman – temanmu atau sebaliknya kamu enggan untuk mengenalkan teman – temanmu padaku ? Kamu memang punya alasan, tapi sadarkah kamu kalau sangat sulit bagiku untuk menerima alasan itu sebagai sesuatu yang rasional ? Mungkin kamu tidak tahu, tapi aku sangat bangga ketika jalan berdampingan denganmu. Ketika semua orang tahu bahwa akulah pendampingmu. Mungkin di mata dunia kamu tak lebih dari pria yang biasa, atau malah sangat biasa. Tapi tidak bagiku. Kamu tahu kalau aku menghabiskan waktu, pikiran, tenaga, uang bahkan perasaan untuk bisa tampil sesempurna mungkin di matamu ? Aku berupaya sebisa mungkin untuk menjadi apa yang kamu mau hanya karena ingin membuatmu bangga saat kamu mengenalkanku pada dunia bahwa akulah pendampingmu. Maka dari itu aku mulai repot ketika ukuran baju dan celanaku meningkat. Aku panik ketika saat duduk dan ada lipatan di perutku. Aku khawatir ketika ada jerawat yang muncul di wajahku, meski kamu tidak pernah mempermasalahkannya. Aku tidak yakin dengan penampilanku di depan umum ketika bersamamu dan di sana ada banyak wanita yang lebih cantik dariku.
Sayang…aku sangat berterima kasih padamu karena kamu menerimaku apa adanya. Aku tersanjung saat kamu bilang aku tak perlu khawatir dengan berat badan yang bertambah, bahkan kamu mulai menggunakan kata “gendut” sebagai panggilan kesayanganmu untukku. Aku senang. Sungguh. Tapi aku malu pada diriku sendiri saat aku tidak dapat memberikan yang terbaik bagimu. Saat aku tidak dapat tampil seindah mungkin di matamu, karena sebuah penghargaan tertinggi bagiku ketika kamu tersenyum melihatku usai bersolek. Tak apa kamu tidak memujiku dengan sebutan “cantik”, karena memang aku tidak cantik. Tapi melihatmu tersenyum padaku usai aku bersolek merupakan sebuah penghargaan tiada tara atas semua usaha yang telah aku lakukan untukmu. Maka dari itu, aku sangat khawatir kamu akan menemukan yang “lebih” dariku di luar sana. Di saat kamu beraktivitas. Di saat kamu bersama teman – temanmu. Di saat kamu sedang bekerja. Aku mohon jangan pernah merasa risih ketika aku tiba – tiba menelefonmu lalu bertanya kamu ada di mana dan dengan siapa. Aku hanya ingin memastikan kamu masih milikku dan semua usaha yang aku lakukan ini tidak sia – sia atau mendapat respon palsu.
Sayang…tapi maafkan aku. Aku adalah wanitamu yang nakal. Tak jarang mataku masih suka lirik ke sana – kemari. Tapi percayalah, aku tidak melakukan itu untuk mencari penggantimu. Aku pun tidak melakukan lebih dari itu. Aku berupaya sebisa mungkin untuk menjaga diriku sebaik yang aku bisa. Aku selalu ingat pesanmu, “jaga diri baik – baik. Jaga semuanya, ya.” Aku selalu memegang teguh itu. Yakin lah, aku tidak sampai hati mengkhianatimu saat aku sedang tidak denganmu. Hal ini aku lakukan semata – mata sebagai hiburan dengan teman – temanku atau saat aku sedang sangat kesal padamu. Kamu pasti akan menganggap ini adalah exit way yang sangat menyakitkan bagimu, tapi apakah kamu tahu betapa sakitnya aku ketika kamu pun tidak berupaya untuk meyakinkanku untuk memaafkanmu ? Tak jarang kamu pun hanya mengucapkan “maaf” lalu menganggap semuanya selesai. Kamu pergi. Apakah kamu tahu kalau aku ingin kamu merajuk memohon maaf padaku ? Tidak memperlakukanku semena – mena. Bukan berarti aku ingin disembah. Tapi, sayang, aku hanya ingin melihat seberapa besar keinginanmu agar aku memaafkanmu. Aku hanya ingin kamu berusaha lebih.
Sayang…maafkan aku juga yang suka membuatmu bingung kalau aku ngambek tanpa alasan. Aku tahu kamu sudah kehabisan ide untuk membuatku tersenyum, tapi kamu tahu, sayang, kalau jauh dalam lubuk hatiku aku tertawa. Bukan tertawa menang. Bukan tertawa merendahkanmu. Tapi aku bahagia melihat usahamu yang begitu lucu untuk membuatku tersenyum. Dan ketika kamu sudah kehabisan ide, kamu hanya diam dan menyerah. Saat itulah aku sangat ingin memelukmu erat. Saat itu lah salah satu dari momen – momen di mana rasa sayangku bisa tumbuh seiring dengan “jatah” hidup kita yang kian berkurang di dunia ini. Di saat itulah aku sangat beruntung memilikimu dalam hidupku. Menjadi bagian dari hidupmu. Menjadi separuh dari hatimu.
Sayang…terima kasih atas semua yang telah kamu berikan, upayakan dan pengorbananmu. Mungkin aku hanya dapat berterima kasih untuk sepersekian kecil dari itu semua. Aku bukanlah Tuhan yang dapat melihat semua hal yang kamu lakukan. Bukan. Tapi yakinlah, ketika aku mengetahui semua yang kamu lakukan hanya untukku, aku amat sangat berterima kasih dan menghargai setiap hembusan nafasmu untukku. Untuk kita. Untuk segala kekurangan dan kelebihanku.
Sayang…kesalahanku pun tak sedikit, baik yang kamu lihat dan tidak. Tapi kamu selalu percaya kalau aku selalu menjadi “anak yang baik” di belakangmu. Maafkan aku jika sering membuatmu kecewa atau kesal. Kepercayaanmu adalah salah satu hal berharga yang aku miliki di dunia ini. Aku sangat senang ketika kamu tidak pernah mempermasalahkan hal kecil namun aku berhasil menuntutmu akan hal – hal kecil. Lalu tak lama kamu menyadarinya dan kamu ngambek padaku. Lagi – lagi kamu terasa seperti anak kecil yang manja dan marah karena telah aku curangi. Maafkan atas segala kesalahan, kekurangan, dan ketidakmampuanku.
Sayang…sayangnya kita belum halal. Kamu belum milikku sepenuhnya, begitu pun aku kepadamu. Aku yang mulai mengerti akan keistimewaan perilakumu kepadaku membuat aku harus menjaga diriku seutuhnya. Nanti, saat aku menyerahkan semuanya untukmu, aku ingin kamu menjadi imamku seutuhnya. Menjadi seorang pemimpin yang tidak hanya piawai dalam mengendalikan rumah tangga, tapi juga seorang pemimpin hidupku yang menghargai, mengerti dan mampu mengajariku dengan cintamu di bawah naungan cinta – Nya. Tak ada yang aku cari selain cinta Allah, maka dari itu aku pun mencari seorang khalifah – Nya di bumi ini yang dapat menyuburkan cintaku pada – Nya.
Sayang…setiap saat dalam hatiku selalu berdo’a agar aku dapat selalu mencintai segala kekuranganmu. Mengapa ? Karena ketika aku sudah mampu menerima segala kekuranganmu, aku tahu kelebihanmu akan menjadi sebuah anugerah yang indah dari Sang Rabb. Apalah yang lebih indah dari anugerah yang DIa berikan padaku ?
Sayang…aku tahu kamu lelah menahan perasaan ini. Tapi aku mohon bersabarlah, karena aku yakin semuanya akan terasa indah jika tepat pada waktunya. Aku percaya itu. Kamu tahu aku punya cita – cita setinggi hasratmu untuk menjadikanku ratu dalam rumah kita nanti. Kamu tahu aku punya segudang mimpi yang terus aku kejar dan aku tidak pernah lelah, sama halnya dengan dirimu yang tak pernah lelah mencapai puncak kehidupan ini. Percayalah padaku, aku pun sama lelahnya seperti ini. Aku takut Allah semakin cemburu pada kita malah nantinya akan menjauhkan kita.
Sayang…yakinlah seorang pria melamar wanitanya adalah sebuah tindakan penghargaan tertinggi bagi wanita itu. Tak dapat ku bayangkan apa perasaanku ketika kamu menghadap ayahku dan memintaku darinya. Aku enggan berangan indah terlampau jauh. Aku takut jatuh. Aku takut sakit. Aku takut kecewa. Aku serahkan semuanya kepada Rabb Yang Maha Mengatur. Aku hanya bisa melakukan dan memberikan yang terbaik yang aku bisa untukmu dan untuk kita. Biarlah Dia yang menilai usahaku, usahamu dan usaha kita. Mudah –mudahan Dia memaafkan segala kecacatan dalam diriku selama ini. Jika kamu yang terbaik untukku, maka perlakukanlah aku sebagaimana kamu ingin diperlakukan. Kamu tahu aku wanita yang berbeda dari semua wanita yang sering kamu temui. Maka mengerti dan terimalah aku apa adanya dengan lapang, ikhlas, kasih sayang dan cintamu, karena tak pelak aku pun akan patuh padamu seutuhnya ketika aku sudah sah menjadi pendampingmu. Karena kamulah surgaku nantinya. Kamulah yang akan memimpin hidupku. Kamu lah imamku. Dan tiada lagi yang aku harapkan selain keridhaan Allah dalam setiap hembusan nafasku.
Catatan My Best Friend (SM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.